Thursday, October 12, 2006

Bab Lima Kitab-Kitab Sejarah : Dari Yosua Sampai Pembuangan Babel

Ingatan adalah salah satu hal terpenting dalam kehidupan manusia. Siapa kita dan akan seperti apa nantinya kita ini, bergantung sebagian besar pada apa yang telah kita lakukan dan apa yang kita ingat pada masa lalu, yaitu : sejarah kita.

Hal yang sama berlaku juga bagi suatu bangsa. Masing-masing bangsa dapat dikenal melalui terang sejarah-nya. Tak dapat disangkal bahwa kesadaran akan masa lalu menjadi hal penting bagi ketahanan suatu bangsa. Ketika Abraham Lincoln berusaha membawa bangsa Amerika ke luar dari krisis akibat perang saudara, ia memusatkan perhatian pada sejarah :”Delapan puluh tujuh tahun lalu, para bapa bangsa kita sampai di wilayah ini, menjadi suatu bangsa baru, mendambakan Kemerdekaan.”

Apa yang dialami oleh orang-perorang dan suatu bangsa dapat berlaku juga bagi suatu agama, seperti agama Yahudi dan Kristen, misalnya. Agama-agama ini dikenal sepenuhnya hanya melalui terang sejarahnya. Yudaisme berasal dari peristiwa-peristiwa sejarah yang membentuk orang-orang Yahudi sebagai bangsa dan kemudian bangsa itu memiliki suatu tujuan tertentu. Sedangkan agama Kristen berakar dari Yudaisme dan di kemudian hari semakin terbentuk karena keterkaitan dengan peristiwa-peristiwa hidup, mati, dan kebangkitan Yesus Kristus. Yudaisme dan Kekristenan keduanya terbentuk atas dasar masa lalu.

Oleh karena itu, kitab-kitab sejarah dalam Perjanjian Lama menjadi sangat penting. Tetapi harus diingat bahwa kitab-kitab sejarah tersebut bukanlah merupakan tulisan sejarah dalam pengertian modern. Para sejarawan kuno tidak mempunyai VCR, telephone, mesin cetak. Karenanya, mereka tidak seakurat para sejarawan modern. Tujuan mereka dalam menulis sangat berbeda dengan para sejarawan modern.

Sejarah Keselamatan

Pada tahun 1948 Komisi Kitab Suci Kepausan, yang merupakan badan resmi pengajaran Kitab Suci Gereja Katolik, menyatakan bahwa sejarah dalam Kitab Suci adalah bukan sejarah dalam pengertian tulisan-tulisan sejarah modern. Ia merupakan sejarah sebagaimana orang-orang pada jaman dahulu memahami dan menuliskannya.

Sejarah Kitab Suci pertama-tama merupakan cerita-cerita yang berasal dari kumpulan ingatan keluarga-keluarga, suku-suku, dan bangsa-bangsa yang kemudian ditulis dan ditulis kembali. Kerapkali “sejarah” dalam pengertian seperti itu bukan merupakan hasil tulisan apa adanya dari masa lalu karena kemudian ia merupakan rekonstruksi imaginasi yang dinamakan cerita-cerita rakyat (folklore). Sejarah Kitab Suci memusatkan diri pada hubungan antara Allah dan umatnya. Oleh karena itu, ia dinamakan sejarah keselamatan.

Sejarah Keselamatan dapat didefinisikan sebagai kisah perjumpaan Allah dan manusia. Ia berkisah bagaimana Allah memasuki kehidupan kita dan mengundang kita untuk hadir dalam hadirat dan Keagungan Allah.

Dalam bab ini kita akan lebih memusatkan perhatian pada pesan-pesan spiritual dari sejarah keselamatan, yang kerap kita jumpai dalam tema-tema keagamaan dibandingkan dalam aturan-aturan moral tertentu. Kita juga akan memperhatikan peristiwa-peristiwa dan orang-orang penting dalam sejarah Israel, yang menyiapkan kerangka kerja sehingga pemahaman terhadap seluruh Kitab Suci menjadi lebih baik.

Kitab-kitab seperti Mazmur dan para nabi lebih berguna jika kita dapat menempatkannya dalam konteks keadaan sejarah pada masa itu. Mazmur 137, misalnya, akan berbicara kepada kita dengan penuh daya dan kecerdasan ketika kita menyadari bahwa Mazmur tersebut ditulis oleh seorang Yahudi dalam pembuangan Babel.

Dalam pada itu, pembentukan doktrin menjadi lebih mudah dipahami ketika kita memahami sejarah Perjanjian Lama. Apalagi jika kita mampu membedakan kitab-kitab yang lebih tua dari yang terbaru. Kita tidak akan terkejut ketika menjumpai bahwa kitab-kitab yang lebih tua belum memiliki pernyataan yang jelas ihwal kehidupan kekal. Dan kita akan melihat bagaimana Allah secara perlahan-lahan membimbing umatNya kepada pemahaman yang lebih lengkap akan rencana ilahi begitu umatNya lebih terbuka pada kebijaksanaan dan wahyu Allah.

Sejarah Ulangan (Deuteronomist)

Para ahli Kitab Suci cenderung memandang Kitab-kitab Yosua, Hakim-Hakim, 1 dan 2 Samuel, dan 1 dan 2 Raja-raja sebagai hasil inspirasi dari pandangan teologis Kitab Ulangan (Deuteronomist). Para ahli tersebut memasukkan ke-6 kitab ini sebagai sejarah Ulangan (Deuteronomist). Kitab-kitab ini merupakan sebuah upaya pemilahan baik dari cerita-cerita dari mulut ke mulut maupun cerita-cerita dalam bentuk tulisan misalnya cerita-cerita populer, cerita-cerita rakyat, biografi saksi mata, kisah para raja, dokumen-dokumen resmi, laporan-laporan pajak, dan sumber-seumber lain. Mengingat sebagian besar sumber-sumber itu kurang pas sebagai suatu narasi yang teratur; maka tidak bisa lain sumber-sumber itu diambil begitu saja dan kemudian disusun sebagai bahan penjelasan bagi prinsip-prinsip teologi Ulangan. Alhasil, kitab-kitab tersebut terkadang berisi perubahan-perubahan yang mendadak, pengulangan-pengulangan, dan cerita-cerita yang saling bertentangan.

Para ahli berpendapat bahwa sejarah Ulangan disusun dari berbagai sumber kira-kira tahun 620 S.M. Dan kemudian diperbarui dan disusun kembali menjadi bentuk yang sekarang ini kira-kira tahun 550 S.M., pada masa pembuangan Babel. Isinya meliputi peristiwa-peristiwa dari kematian Musa (1210 S.M.) hingga pembuangan Babel (550 S.M.).

Mengapa sejarah Ulangan ditulis? Jawabnya adalah karena orang-orang Yahudi pada tahun 550 S.M. menyadari bahwa Allah berjanji akan menjadikan mereka sebagai bangsa yang terpilih. Tetapi setelah masa kejayaan Daud dan Salomo, orang-orang Israel tidak pernah lagi mengalami masa kemapanan. Negara tersebut terpecah menjadi dua bagian akibat perang saudara, mereka tidak pernah mencapai kebesaran seperti yang mereka harapkan. Kerajaan Utara Israel dihancurkan oleh bangsa Asyur pada tahun 721 S.M. dan Kerajaan Selatan Yehuda dihancurkan oleh bangsa Babel pada tahun 587 S.M. Orang-orang Israel yang selamat mencari jawaban atas peristiwa-peristiwa ini. Apakah Allah mereka benar-benar Tuhan? Jika benar-benar Tuhan mengapa Allah membiarkan mereka jatuh ke dalam kesengsaraan? Apakah mereka masih Keluarga Allah? Apa yang bisa menjadi pegangan mereka untuk masa depan? Sejarah Ulangan dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan itu.

Sejarah Ulangan membenarkan bahwa hanya ada satu Allah. Allah tetap setia pada perjanjian yang telah dibuat dengan bangsa Israel, tetapi sebaliknya orang-orang Israel kerap tidak setia kepada Allah. Penderitaan yang dialami oleh orang-orang Israel kerap dipandang sebagai hukuman karena ketidak-patuhan mereka kepada Allah. Tetapi jika mereka mau bertobat, mereka akan memperoleh pengampunan dari Allah. Orang-orang Israel pada tahun 550 S.M. masih merupakan anggota Keluarga Allah; masa depan mereka tergantung kepada seberapa jauh mereka bisa menimba ilmu dari pelajaran masa lalu. Patuh terhadap Allah akan menerima berkat. Ketidak-patuhan akan mengakibatkan kehancuran.

Sebagaimana telah dijelaskna pada Bab Empat, kita harus memaklumi keterbatasan dari teologi Ulangan (Deuteronomist). Adalah benar bahwa kepatuhan akan menerima berkat dan ketidak-patuhan akan mendapat hukuman. Namun kita sekarang tahu dari ajaran Yesus bahwa Panghakiman Akhir dari Allah terjadi setelah kita mengalami kematian. Kita juga tahu dari ajaran Yesus Kristus bahwa penderitaan tidak selalu datangnya dari hukuman Allah karena dosa-dosa pribadi kita.

Kelemahan lain dari teologi Ulangan (Deuteronomist) bisa kita temukan pada pemahamannya bahwa Allah sebagai penyebab segala sesuatunya. Akibatnya, orang-orang Israel melihat Allah sebagai penyebab dosa dan sekaligus menghukum pendosa tersebut. Sebagai contoh, dalam 2 Samuel 24, dimana Allah mendorong Daud untuk melaksanakan sensus terhadap orang-orang Yahudi, dan kemudian menghukum Daud dan orang-orang Israel karena melakukan sensus tersebut. Perikop ini menguraikan suatu fakta bahwa inspirasi Allah atas para penulis Kitab Suci tidak menafikan keterbatasan para penulis. Kita melihat dalam 2 Samuel 24 kesalahan teologi jelas ada pada para penulisnya, dan kita didorong untuk mencari pemahaman yang lebih baik mengenai persoalam ilahi di dalam terang keseluruhan Kitab Suci, utamanya terang yang memancar dari ajaran Yesus.

Setelah memahami kelemahan teologi Ulangan, kita dapat belajar banyak dari perhatian utama mereka kepada keagungan Allah dan nilai-nilai kepatuhan. Sejarah Ulangan mengajarkan kepada kita untuk menjadikan Allah sebagai yang paling utama dalam hidup kita dan memandang setiap pilihan sebagai kesempatan untuk menjawab kehendak Allah.

Kitab Yosua

Kitab Yosua disebut demikian karena kepahlawanan Yosua, penerus Musa. Di dalam Kitab itu diceritakan bagaimana Yosua memimpin orang-orang Yahudi menyeberangi sungai Yordan masuk ke Tanah Terjanji dengan mengalahkan penduduk asli dan membagi wilayah yang direbut itu di antara suku-suku Israel.

Tujuan utama dari Kitab Yosua adalah untuk menunjukkan kesetiaan Allah dalam membawa bangsa Israel ke Tanah Terjanji. Kesan yang dapat kita tangkap dari Kitab tersebut adalah orang-orang Israel mampu membangun tentara yang kuat yang kemudian menaklukkan penduduk asli Kanaan dan merampas tanah mereka. Tetapi Kitab Hakim-hakim menyajikan gambaran yang agak berbeda. Dalam Kitab tersebut digambarkan bahwa suku-suku Israel harus berjuang mati-matian untuk membangun sebuah pijakan di Tanah Terjanji.

Gambaran dari Kitab Hakim-hakim ini barangkali yang lebih mendekati kenyataan sebenarnya. Sedangkan Kitab Yosua hampir dapat dipastikan berisi gambaran ideal atas penaklukkan Tanah Terjanji : meringkas kejadian-kejadian yang sesungguhnya telah ber­lang­sung selama berabad-abad menjadi seolah-olah hanya beberapa tahun saja. Fakta sesungguhnya atas invasi Palestina oleh orang-orang Yahudi dan penaklukkan yang bertahap atas penduduk asli adalah inti sejarah di balik Kitab Yosua. Sepanjang inti sejarah itu bisa kita jumpai banyak cerita, seperti penaklukkan Yeriko, yang tidak dapat dibuktikan oleh para arkeolog dan cerita itu harus dikategorikan sebagai cerita rakyat (folklore). Maksud penulisnya adalah memberikan pelajaran teologi, bukan sejarah dalam pengetian modern.

Menyadari bahwa Kitab Yosua bukan sejarah dalam artian modern justru dapat membantu kita memecahkan satu masalah penting baik dalam Kitab ini maupun kitab-kitab lainnya dalam Perjanjian Lama. Yaitu masalah yang sering dinyatakan kembali berulang-ulang bahwa Allah memerintahkan pembasmian secara menyeluruh bagi siapa saja yang menentang orang-orang Yahudi.

Perlu dicatat bahwa perang-perang suci -- yang menganggap perintah Allah membantai baik laki-laki, perempuan, maupun anak-anak – ditulis kira-kira tujuh ratus tahun setelah peperangan itu terjadi, yaitu pada masa ketika orang-orang Yahudi berjuang mati-matian untuk hidup. Oleh karena itu, banyak perang suci yang menempatkan para musuh sebagai orang-orang yang harus dibantai, barangkali hal tersebut merupakan sebuah gaya sastra ketimbang fakta sejarah yang sesungguhnya. Perang-perang suci sebagaimana dilaporkan dalam Yosua dan kitab-kitab lainnya barangkali sesungguhnya merupakan sebuah peringatan yang ditujukan bagi orang-orang Yahudi tahun 550 S.M.

Orang-orang Yahudi pada tahun itu, misalnya, tergoda untuk kawin-mawin dengan orang-orang asing dan menerima dewa-dewa kafir mereka. Penyusun sejarah Ulangan mungkin ingat kisah-kisah penaklukan yang dilakukan oleh Yosua dan para penerusnya. Mereka mengingat kembali khususnya cerita-cerita rakyat yang mengagungkan Allah dengan kisah kemenangan orang-orang Yahudi dan panghancuran musuh secara paripurna. Mereka melihat bahwa baik kemenangan dan pembasmian musuh itu sebagai datang secara langsung dari pertolongan Allah Mereka menceritakan kembali kisah ini untuk mengingatkan orang-orang Yahudi tahun 550 S.M. agar berhati-hati dengan ajaran-ajaran kafir. Peringatan mereka mungkin seperti ini :”Menjauhlah dari kekafiran. Para leluhur kita telah melakukan hal itu. Sesungguhnya mereka mendapat perintah keras dari Allah untuk membasmi orang-orang kafir sampai ke akar-akarnya. Tetapi bagi kita paling tidak, mengindari mereka.”

Bila kita berpaling kepada Yesus, kita melihat alasan yang lebih maju perihal penafsiran tersebut. Yesus tidak pernah menganjurkan membasmi umat manusia. Kita tidak bisa membayangkan bagaimana Yesus menyuruh Yosua membantai dengan mata pedang orang-orang yang tidak bersalah baik pria, wanita, maupun anak-anak. Kita sebaiknya tidak percaya bahwa Allah memberikan perintah membunuh seperti itu dalam jaman Perjanjian Lama. Yang paling mungkin adalah bahwa peristiwa-peristiwa pembantaian seperti dalam Kitab Yosua tidak terjadi sebanyak yang digambarkan. Jika mereka melakukan itu, karena terjadi kesalahan persepsi dan kelemahan manusia ketimbang hal tersebut merupakan perintah langsung dari Allah.

Kita tidak meragukan inspirasi Kitab Suci ketika kita dihadapkan pada pertanyaan apakah Allah sesungguhnya memerintahkan perang suci dan pembantaian secara sistematis terhadap orang-orang tidak berdosa. Kita dapat mengatakan bahwa Kitab Suci secara akurat mencatat pandangan orang-orang Israel pada masa lalu, tetapi persepsi itu keliru. Pesan-pesan yang diilhami, yang dimaksudkan oleh para penulis Kitab Suci adalah bahwa Allah tidak memerintahkan penghancuran orang-orang kafir, namun supaya para pembaca Kitab Suci tidak terjebak pada kekafiran.

Kita sebagai orang modern telah membaca pesan-pesan yang mirip dengan pesan-pesan Ulangan yang terjadi dalam sejarah kita sendiri. Beberapa waktu lalu, orang-orang Amerika melihat peperangan terhadap orang-orang Indian pada abad sembilan belas sebagai tugas suci membasmi bangsa barbar sebagai pembuka jalan bagi orang-orang beradab. Baru belakangan ini bangsa Amerika mulai berpikir kembali mengenai sejarahnya dan sampai kepada pemahaman bahwa Allah tidak mungkin mengijinkan pembantaian manusia tidak berdosa di kedua pihak dalam konflik tersebut. Membaca kitab-kitab sejarah dalam Perjanjian Lama merupakan kesempatan bagi kita untuk melihat kembali kepada jaman itu ketika kita dengan ceroboh beranggapan bahwa Allah senantiasa ada di pihak kita, baik di dalam konflik-konflik internasional ataupun kejadian sehari-hari dengan kerabat, tetangga, atau pun rekan sekerja.

Baca Yosua 3 untuk memperoleh penjelasan tentang masuknya bangsa Israel ke Tanah Terjanji. Para ilmuwan beranggapan bahwa sungai Yordan kadang-kadang kering karena dipenuhi oleh tanah longsor dan karena peristiwa tanah longsor tersebut memungkinkan bangsa Israel menyeberang melalui tanah yang kering. Apa pun realitas sejarahnya, kisah tersebut menunjukkan kepada bangsa Israel bahwa Allah bersama Yosua sebagaimana Allah bersama Musa ketika menyeberangi Laut Merah empat puluh tahun sebelumnya.

Baca juga Yosua 6 untuk memperoleh gambaran mengenai kisah penghancuran kota Yeriko. (Anda diharapkan melihat kembali ke Yosua 2 untuk memperoleh latar belakang mengenai Rahap). Baca Yosua 24, di sini kita akan memperoleh laporan mengenai saat-saat akhir hidup Yosua, pembaruan janjinya kepada Allah, dan kematian serta pamakamannya.

Kitab Hakim-Hakim

Banyak bangsa melihat kembali kepada masa-masa perjuangan mereka, masa ketika bangsa tersebut mencari wilayah-wilayah baru atau meperjuangkan dan mempertahankan wilayah dari serbuan bangsa lain. Pada saat-saat perjuangan seperti itulah biasanya kumudian muncul individu-individu yang mampu mengatasi halangan-halangan besar guna menciptakan pemukiman bagi keluarga dan kelompoknya. Bagi bangsa Israel, masa-masa perjuangan itu adalah jaman Hakim-hakim, kira-kira seratus limapuluh tahun setelah kematian Yosua dan awal munculnya nabi Samuel.

Hakim-hakim itu bukanlah ahli-ahli hukum, tetapi para pahlawan baik pria maupun wanita yang menyelamatkan bangsa Israel dari pelbagai kesulitan. Kitab Hakim-Hakim dipenuhi oleh prinsip-prinsip Ulangan yang mengatakan bahwa ketidak-patuhan akan Allah membawa malapetaka dan sebaliknya kepatuhan kepada Allah akan menghasilkan berkah karena Allah berkenan akan hal itu. Menurut Kitab Hakim-hakim, ketika bangsa Israel berpaling dari Tuhan, maka bangkitlah murka TUHAN terhadap orang Israel. Ia menyerahkan mereka ke dalam tangan perampok dan menjual mereka kepada musuh di sekeliling mereka, sehingga mereka tidak sanggup lagi menghadapi musuh mereka. Setiap kali mereka maju, tangan TUHAN melawan mereka dan mendatangkan malapetaka kepada mereka, sesuai dengan apa yang telah diperingatkan kepada mereka oleh TUHAN dengan sumpah, sehingga mereka sangat terdesak (Hak 2:14-15). Ketika bangsa Israel bertobat, TUHAN membangkitkan seorang hakim bagi mereka, maka TUHAN menyertai hakim itu dan menyelamatkan mereka dari tangan musuh mereka selama hakim itu hidup; sebab TUHAN berbelas kasihan mendengar rintihan mereka karena orang-orang yang mendesak dan menindas mereka (Hak 2:18).

Jaman Hakim-hakim adalah masa yang penuh dengan kekerasan yaitu ketika bangsa Israel berperang dengan musuh-musuhnya untuk mempertahankan hidup. Cerita-cerita yang dimuat di Kitab Hakim-hakim mungkin didasarkan pada pristiwa-peristiwa sejarah, kendati beberapa kisah, utamanya yang berkaitan dengan Samson diwarnai dengan cerita-cerita rakyat dan legenda. Di dalam Hakim-hakim, pembaca akan menjumpai kisah-kisah penuh intrik dan pembunuhan (Hak 3:15-30), penipuan dan penghilangan nyawa (Hak 3), perang (Hak 6-8), penghianatan dan pembunuhan atas saudara sendiri (Hak 9), sumpah mati (Hak 11), perang saudara (Hak 12), pencurian, pengkhianatan, dan bunuh diri (Hak 13-16). Bisa juga kita jumpai tambahan-tambahan cerita mengenai suku-suku Dan dan Benyamin (Bab 17-21) yang bahkan lebih mengerikan ketimbang yang terdapat pada Bab 1-16. Seluruh kitab diwarnai dengan gambaran mengerikan dari sisi kemanusian yang paling buruk. Dan itulah yang terjadi jika manusia berpaling dari Allah.

Apa yang bisa kita pelajari dari kitab Hakim-hakim ini? Barangkali pelajaran yang paling penting dari kitab ini adalah bahwa kemanusiaan senantiasa memerlukan keselamatan. Jika dibiarkan, kemanusiaan akan runtuh menjadi sebuah karikatur yang mengerikan. Kita telah melihat pelajaran-pelajaran semacam itu berulang kali dalam sejarah masa kini yang terjadi pada bangsa-bangsa di abad duapuluh yang berjuang membangun sebuah masyarakat tanpa Ketuhanan dan justru berakhir dengan perang atau penghancuran diri sendiri. Pada kitab Hakim-hakim, kita menyaksikan bahwa kita memerlukan Tuhan.

Baca Hakim-hakim 15-16 dua bab paling akhir dari cerita Samson. Di sana dikisahkan bagaimana keserakahan, kesombongan, dan ketidak-patuhan mampu merombak kekuatan menjadi kelemahan dan menenggelamkan kesenangan, kekuatan, dam harta duniawi di bawah tumpukan rongsokan.

Kitab Rut

Kitab Rut diletakkan sesudah kitab Hakim-hakim adalah sebuah narasi yang bukan merupakan bagian dari sejarah Ulangan. Kitab Rut merupakan cerita pendek yang mungkin mempunyai landasan sejarah. Ia mengajarkan hakekat keindahan cinta, kesetiaan, dan pengabdian. Kitab ini ditempatkan setelah Hakim-hakim sebab kisah ini terjadi “pada masa ketika hakim-hakim memerintah” (Rut 1:1) dan karena ia menyajikan secara rinci mengenai kakek-buyut Raja Daud, dengan demikian Rut menyajikan sebuah jembatan antara jaman Hakim-hakim dan masa kerajaan Israel. Keindahan cinta, kesetiaan, dan pengabdian yang terpancar dari kitab Rut ini menghadirkan sebuah perbedaan yang tajam jika dibandingkan dengan kemerosotan Hakim-hakim dan kelemahan-kelemahan kemanusiaan yang terjadi pada kitab-kitab selanjutnya.

Muncul pelbagai pendapat mengenai bentuk sastra dan waktu penulisan kitab Rut. Hal-hal semacam ini tidak perlu harus dipecahkan bagi kita guna mempelajari pelajaran yang Allah inspirasikan kepada penulisnya yaitu untuk membagi cinta, kesetiaan, dan pengabdian kepada Allah dan keluarga.

Baca Rut 1-4. Cerita tersebut pendek tapi sangat menarik. Ungkapan kesetiaan Rut kepada ibu mertuanya, Naomi, kerap dibacakan di dalam upacara-upacara perkawinan dan barngkali dapat digunakan untuk mengungkapkan komitmen kepada anggota keluarga setiap saat.

Kitab 1 dan 2 Samuel

Kitab-kitab Pertama dan Kedua Samuel dinamakan dimikian karena diambil dari nama nabi Samuel, yang sepanjang hidupnya menjadi saksi berakhirnya periode Hakim-hakim dan dimulainya jaman kerajaan Israel. Kitab-kitab tersebut sejatinya berasal dari pelbagai sumber, termasuk kisah-kisah kuno mengenai Tabut Perjanjian, beberapa cerita mengenai Samuel, Saul dan Daud, serta sebuah tulisan yang berbobot mengenai sejarah keluarga Daud (2 Sam 9-20). Para ahli berpendapat, 1 dan 2 Samuel ditulis dari sumber-sumber tersebut di atas kira-kira tahun 620 S.M. dan disunting menjadi bentuk seperti sekarang kira-kira tahun 550 S.M.

Kitab-kitab 1 dan 2 Samuel bukan merupakan sejarah yang menjelaskan peristiwa-peristiwa dan kejadian-kejadian secara berkesinambungan melalui cara yang sistematis. Sejatinya kitab-kitab tersebut merupakan kumpulan dari kisah-kisah mengenai pelbagai macam episode dan beragam kepribadian. Kitab-kitab tersebut ditulis pertama-tama untuk menjelaskan teologi Ulangan (Deuteronomist). Dengan demikian, seyogianya kitab-kitab tersebut dikelompokkan sebagai sejarah keselamatan. Namun demikian, kitab-kitab tersebut memuat data-data sejarah yang dapat dipertanggung-jawabkan, misalnya peristiwa-peristiwa yang menggambarkan mulai berkuasanya raja Daud, saat sebuah lembaga pengadilan dibentuk dan catatan-catatan mengenai pelbagai hal penting disimpan.

Kitab-kitab tersebut diawali dengan kisah kelahiran Samuel. Oleh orang tuanya, Samuel dipersembahkan sepenuhnya kepada Tuhan dan pemuda Samuel tinggal di komplek pemujaan di Shiloh, kira-kira 25 kilometer sebelah utara yang kemudian disebut dengan Yerusalem. Ketika itu, Eli adalah imam di Shiloh tetapi karena usianya yang sudah lanjut dan anak-anaknya yang lemah yang memberikan pelayanan di tempat pemujaan itu sangat mengganggu kewibawaannya. Menurut Kitab I Samuel, karena kejahatan-kejahatan anak-anaknya Allah mengganjar keluarga Eli dengan pelbagai macam penderitaan. Setelah meninggalnya Eli dan anak-anaknya Samuel kemudian menjadi pemimpin spiritual Israel ketika Tabut Perjanjian telah menjadi simbol persatuan agama bagi suku-suku Israel dan menjadi landasan kisah-kisah lama (1 Sam 1-7).

Karena kedudukannya itu Samuel bertugas mengurapi raja pertama, Saul. Kerajaan ditandai dengan sejarah yang suram, muncul kelompok-kelompok baik yang mendukung maupun yang menentang monarki. Siapa pun yang membaca I Samuel secara menyeluruh akan menemukan bukti adanya kelompok-kelompok tersebut dan disana terbaca kisah-kisah yang berbau pertentangan atas diurapinya Saul (1 Sam 8-12).

Pada tahun-tahun awal pemerintahannnya, raja Saul cukup menggapai keberhasilan. Ia menjadi titk pusat kerjasama di antara suku-suku Israel dan membentuk tentara yang kuat yang mengalahkan msusuh-musuh Israel. Tetapi, Kitab Suci mengajarkan kepada kita, Saul mulai tidak patuh kepada Allah. Ia mengalami ketidakseimbangan mental dan senantiasa menyalahkan para pembantunya, bahkan kepada panglima tentaranya dan menantunya sendiri, Daud. Karenanya Daud terpaksa harus melakirkan diri, menjadi pemimpin kelompok prajurit yang berkelana di seputar Palestina sampai kematian Saul di dalam peperangan melawan orang-orang Filistin di Gunung Gilboa, tenggara Danau Galilea (1 Sam 3-31).

Baca I Samuel 3, di sana kita akan memperoleh gambaran bagaimana Samuel dipanggil menjadi seorang nabi. Baca I Samuel 9:1-10 : di sini kita jumpai narasi pengurapan Saul sebagai Raja oleh Samuel, dan I Samuel 10:17-24 yang merupakan pandangan bahwa pengurapan seorang raja sebagai penolakan terhadap Allah. Kemudian I Samuel 17:1-11, 32-51 memuat cerita yang begitu terkenal yaitu Daud dan Goliath. Dilanjutkan degan I Samuel 31 yang menggambarkan tragedi kematian Saul.

Sepeninggal Saul terbukan jalan bagi Daud yang diminta untuk menjadi raja bagi suku-suku keturunan Yehuda. Tetapi, suku-suku lainnya mengikuti Ishabal, putera Saul, dan selama tujuh tahun terjadi perang antara tentara Isahabal yang dipimpin oleh Abner dan pasukan Daud yang dikomandani oleh Joab. Setelah berseteru dengan Ishabal, Abner menyatakan kesetiaannya kepada Daud. Tetapi Abner dibunuh oleh Joab, dan Ishabal terbunuh. Suku-suku Israel kemudian menganggap Daud sebagai raja (2 Samuel 1:1-5).

Daud dengan cepat menaklukkan Yerusalem dan mengubahnya menjadi ibukota kerajaanya. Ia membawa Tabut Perjanjian ke Yerusalem, sehingga menjadikannya sebagai kota religius dan pusat politik. Tentara Daud berhasil mengalahkan bangsa Filistin dan musuh-musuh lainnya termasuk Edom, Moab, dan Ammon di sebelah selatan dan timur dan Aram-Damaskus di utara. Dengan demikian Daud mengontrol wilayah yang panjangnya tiga ratus duapuluh kilometer dan lebar seratus tigapuluh kilometer. Dan Daud terus memperkuat tentaranya, menciptakan struktur pemerintahan, dan melakukan perdagangan dengan bangsa-bangsa asing. Ia membangun istana di Yerusalem dan mempersiapkan rancangan pembangunan Bait Allah. Selama empat puluh tahun Daud membentuk orang-orang yang tak bersemangat dan tidak terorganisasi menjadi sebuah bangsa (2 Sam 5:6-10:19).

Namun demikian karier Daud tidak tanpa serangkaian tragedi. Para penyunting Ulangan dari 2 Samuel melacak dosa perjinahan Daud dengan Bathsheba dan pembunuhan Uria, suami Bathsheba (2Sam 11-12). Selanjutnya Amnon, putra Daud memperkosa adik tirinya, Tamar, dan Amnon dibunuh oleh Absolom, kakak Tamar (2 Sam 13). Kendati Absolom mengasingkan diri untuk sementara waktu, ia kemudian berdamai dengan Daud dan kemudian memimpin sebuah pemberontakan yang berakhir dengan kematiannya. Pada akhirnya, rangkaian kemenangan Daud atas musuh-musuh Israel semakin memperkokoh kekuasaannya (2 Sam 14-20).

Generasi-generasi berikutnya jika melihat ke belakang, akan menganggap bahwa Daud adalah raja Israel yang paling besar. Tindak-tanduknya sungguh mengagumkan. Ia berbuat dosa, tetapi ketika nabi Natan mengingatkan dia, segera Daud bertobat dengan sungguh-sungguh. Natan berjanji pada Daud bahwa kekuatan Allah atas kerajaannya akan berlangsung selamanya (2 Sam 7:8-17). Nubuat ini menjadi sebuah harapan bagi bangsa Israel ketika sedang mengalangi kekalahan, orang-orang Yahudi kemudian mengharapkan seorang mesias, penyelamat, yang akan muncul dari kelaurga Daud dan akan mengembalikan kejayaan bangsa Israel. Harapan mereka akan mesias terpenuhi di dalam Yesus Kristus dan kerajaan abadi yang dibangunNya.

Baca 2 Samuel 5 untuk memperoleh gambaran bagaimana Daud mulai menjadi seorang raja, penaklukannya atas Yerusalem, dan kemenangannya atas orang-orang Filistin. Baca 2 Samuel 11:1-12:15 yang mengisahkan secara dramatis bagaimana Daud jatuh ke dalam dosa dan kemudian bertobat. Baca 2 Samuel 18:1-17 untuk memperoleh gambaran rinci mengenai kematian Absolom di tangan prajurit-prajurit Daud.

1 dan 2 Raja-raja

Seperti 1 dan 2 Samuel, 1 dan 2 Raja-raja berasal dari banyak sumber. (Lihat 1 Raja-raja 11:41 dan 1 Raja-raja 14 :19). Kitab-kitab itu muncul pertama kali pada tahun 620 S.M. Kitab-kitab tersebut menceritakan kisah kerajaan Israel mulai dari kematian Daud (961 S.M) sampai dengan hancurnya Yerusalem (587 S.M.). Kitab-kitab tersebut ditulis dari sudut pandang Ulangan dan menyampaikan laporan mengenai kehidupan raja-raja Israel dan Yehuda dalam artian ketaatan dan ketidak-taatan raja-raja tersebut kepada Allah. Raja-raja yang taat (sayangnya hanya sedikit) membawa berkah bagi bangsa Yahudi. Raja-raja yang tidak taat membawa bencana bagi bangsa Yahudi, mulai dari perang saudara di Israel sendiri sampai pembuangan di Babel.

Buku I Raja-raja dimulai dengan kisah rinci mengenai naiknya raja Salomo ke tampuk kekuasaan. Syukur karena rencana dari ibunya, Bathsheba, Salomo diangkat oleh raja Daud yang telah tua sebagai penggantinya. Setelah kematian Daud, Salomo bergerak cepat mengkonsolidasikan kekuasaannya dengan menghukum mati musuh-musuh utamanya, termasuk kakaknya, Adonia, dan jenderal tua Yoab, dan Simei, seorang bekas musuh bebuyutan raja Daud (1 Raja-raja 1-2).

Salomo telah membuktikan diri menjadi penguasa tercerahkan selama bertahun-tahun. Ia mengorganisasikan kerajaan Israel menjadi dua belas wilayah dan membangun Kenisah yang indah untuk berdoa dan bahkan membuat istana yang lebih indah bagi dirinya sendiri. Ia memperbesar jumlah tentaranya dan membangun kereta perang yang kuat. Ia mebangun kota-kota berbenteng di seluruh kerejaan dan mengembangkan wilayah pertanian di sebelah selatan Yerusalem. Kerajaannya menjadi penghubung perdagangan antara Asia dan Afrika, pusat pendidikan dan kesenian, dan menjadi bangsa yang terkenal kiarena kekuata, kemakmuran, dan pengaruhnya (I Raja-raja 3-10).

Tetapi kekuasaan, kekayaan, dan kemasyhuran telah menjatuhkan banyak penguasa, begitu pula yang terjadi dengan Salomo. Ia berusaha memperkokoh kekuasaannya dengan melakukan aliansi perkawinan dengan bangsa-bangsa asing. Untuk menyenangkan istri-istri asingnya itu, Salomo membangun tempat pemujaan bagi dewa-dewa kafir. Karena ingin terus kaya, ia membebani pajak yang berlebihan kepada rakyatnya, khususnya suku-suku utara. Dalam upaya pencarian kemasyhuran sebagai seorang pembangun, ia menggambarkan dirinya sendiri sebagai tenaga pembangun. Ketidak-senangan terhadap Salomo sebenarnya sudah lama terjadi, tetapi baru muncul ke permukaan ketika terjadi kerusuhan sipil. Ketika Salomo meninggal sekitar tahun 922 S.M. , ketegangan diperbatasan sudah mencapai tingkat yang membahayakan (1 Raja-raja 11).

Salomo digantikan oleh putranya, Rehoboam. Ketika suku-suku utara meminta keringanan atas pelbagai pungutan yang diterapkan pada masa Salomo, Rehoboam justru semakin menekan suku-suku utara tersebut. Karena semakin ditindas, suku-suku utara melepaskan diri dari Yehuda pada tahun 922 S.M dan menunjuk Jeroboam sebagai pemimpin mereka. Jeroboam dengan cepat membangun tempat-tempat ibadah di Bethel dan Dan, hal ini semakin menjauhkan suku-suku utara dari Yerusalem. Rehoboam tidak bisa berbuat banyak untuk menghentikan pemberontakan tersebut karena tentaranya kalah dalam hal jumlah. Persatuan yang telah dibangun Daud runtuh, dan mulailah jaman kerajaan yang terpisah : Israel di utara dan Yehuda di selatan (1 Raja-raja 12-14).

Perpecahan ini kemudian menjadi epos keruntuhan bangsa Yahudi. Kedua kerajaan saling berperang dan kemudian keduanya diserang oleh bangsa-bangsa tetangganya. Pada tahun ke-5 Rehoboam berkuasa, Yerusalem diserang Mesir dan barang-barang berharga Bait Allah dirampas (1 Raja-raja 14:25-28). Serangan Mesir tersebut mengakibatkan hancurnya kota-kota berbenteng baik di Yehuda maupun Israel. Kepemimpinan kerajaan utara dan selatan menuju titik yang paling rendah. Menurut para editor Ulangan yang menyusun I dan 2 Raja-raja, -- yang mengenal kehidupan para raja -- sebagian besar raja-raja tidak taat kepada perjanjian yang telah dibuat dengan Allah, mereka lebih memusatkan diri pada dewa-dewa mereka dan murtad terhadap Allah (1 Raja-raja 15-16).

Beberapa seri kisah tentang nabi-nabi terdapat pada 1 Raja-raja 17. Para nabi adalah mereka yang berbicara bagi Allah. Pada jaman Samuel terdapat kelompok-kelompok nabi di Israel yang mengatur peribadatan; banyak di antara para nabi itu memiliki kekuatan khusus. Nabi-nabi yang sejati akan terlihat di kemudian hari sebagai yang dipanggil Allah untuk menentang raja-raja yang menyimpang dari jalan Allah. Itulah sebabnya pada pada masa Ahab berkuasa sebagai raja Israel muncul rangkaian kisah yang bercerita tentang nabi Elia.

Ahab memegang tampuk kekuasaan sebagai raja Israel dari tahun 870 S.M. – 850 S.M. Ia menikah dengan putri raja Sidon, Jezebel, dan mendirikan mezbah-mezbah untuk dewa Baal di Samaria, ibu kota Israel. Karena dosa berhala dan kejahatan-kejahatan lainnya seperti berlaku tidak adil dan rakus akan harta benda, ia detentang oleh Elia. Perseteruan itu mencapai puncaknya ketika diadakan sayombara antara Elia dan 850 nabi-nabi kafir pendukung Jezebel di gunung Carmel. Jezebel marah besar ketika Elia membantai nabi-nabi kafir tersebut. Karena hidupnya terancam nabi Elia terpaksa melarikan diri. Dikuatkan oleh pertemuannya dengan Allah, Nabi Elia meneruskan karyanya sebagai nabi dan mengurapi penerusnya Elisa. Sementara itu Ahab meraih dua kemenangan atas Ben-hadad raja Aram (Syria), kemudian terbunuh dalam peperangan yang ke-3 (1 Raja-raja 17-22).

Kisah-kisah nabi Elia dan nabi-nabi lainnya dalam 1 dan 2 Raja-raja nampaknya didasarkan atas peristiwa-peristiwa sejarah. Kendati demikian kisah-kisah tersebut bercampur dengan pelbagai legenda dan fabel untuk tujuan pengajaran agama : Allah memelihara orang-orang yang percaya dan setia (1 Raja-raja 17 dan 19); mereka yang menyembah dewa-dewa kafir akan mengalami kematian (1 Raja-raja 18); setia kepada Allah akan memperoleh berkat dan ketidak-setiaan akan mendapat hukuman (1 Raja-raja 20-22; 2 Raja-raja 1-8).

Baca 1 Raja-raja 3 yang berisi kebijaksanaan Salomo dan 1 Raja-raja 11 yang bercerita mengenai tahun-tahun terkahir masa kehidupan Salomo. Baca 1 Raja-raja 12 berisi kisah pemisahan Israel dari Yehuda. Baca 1 Raja-raja 21 untuk memperoleh rincian mengenai pengkhianatan Ahab dan penghakiman Allah atasnya.

Tiga belas bab pertama dari 2 Raja-raja masih berkaitan dengan kisah-kisah dan legenda Elia dan Elisa serta beberapa persitiwa sejarah yang terjadi pada masa kehidupan mereka. Termasuk di dalamnya kerjasama antara kerajaan Israel, Yehuda, dan Edom yang berhasil secara militer mengalahkan bangsa Moab (2 Raja-raja 3), kemenangan Israel atas bangsa Aram (2 Raja-raja 7), pembantaian Jezebel dan seluruh keluarga Ahab oleh tentara di bawah pimpinan jenderal Yehu pada tahun 842 S.M., dan instrik-intrik politik di Israel dan Yehuda (2 Raja-raja 1-13).

Setelah kematian Elisa, beberapa tahun adalah masa kemunduran, kerusuhan sosial, peperangan yang melibatkan Israel, Yehuda, Aram (Syria), Edom, Moab, dan Amon. Kira-kira pada tahun 783 S.M. raja Amazia dari Yehuda dibunuh oleh lawan politiknya, dan anaknya yang berusia 15 tahun bernama Azaria (juga dikenal dengan Uzia) menggantikan Amazia. Cukup mengejutkan bahwa ternyata raja muda ini mampu memerintah. Selama pemerintahannya yang panjang, masa kejayaan tumbuh kembali di Yehuda, begitu pula yang terjadi di Israel di bawah raja Jereboam II (786-746 S.M.). Yehuda mengembangkan batas kerajaannya hingga jauh ke selatan dan Israel mengembangkan batas kerajaannya sampai jauh ke utara menyamai jaman raja Daud dahulu. Kota-kota berbenteng didirikan; perdagangan dikembangkan; pertanian dan kehutanan juga dikembangkan. Kedua kerajaan menikmati tahun-tahun kejayaan dan kemakmuran (2 Raja-raja 14:1-15:7).

Celakanya, ketidakadilan, keserakahan, dan tingkah-laku tak bermoral juga berkembang, khususnya di kerajaan utara. Nabi-nabi seperti Amos dan Hosea melancarkan kecaman terhadap orang-orang kaya dan berkuasa, bahkan menubuatkan kehancuran Samaria. Nubuat mereka segera terjadi. Setelah kematian Jereboam, kekacauan melanda Israel; empat dari lima raja kemudian dibunuh, dan pada tahun 734 S.M. kerajaan kuat Asyur mulai melancarkan rangkaian serangan ke Israel dan berakhir dengan kehancuran total Samaria pada tahun 721 S.M. Raja Asyur, Sargon II, mengirim lebih dari tiga puluh ribu orang Israel ke pengasingan di Mesopotamia (Irak modern) dan menetaplah pelbagai bangsa penakluk di Israel. Hal ini mengakibatkan kawin-mawin dengan orang-orang Israel dan melahirkan orang-orang berdarah campuran yang di kemudian hari dikenal sebagai orang-orang Samaria. (2 Raja-raja 15:8-17:41).

Ketika Asyur menyerang Israel, Ahaz, raja Yehuda membayar upeti kepada Asyur. Penerusnya, Hezekia (715-687 S.M.), memutuskan berhenti membayar upeti dan melancarkan pemberontakan kepada Asyur. Ia membentengi Yerusalem dan kota-kota lain, dan memberi jalan kepada rakyat yang bangkit kehidupan religinya di bawah bimbingan nabi Yesaya, dan mencoba menjalin aliansi dengan negara-negara lain. Pada tahun 701 S.M. bangsa Asyur dipimpin raja Sanherib, bergerak menuju Yudea. Mereka merampoki wilayah-wilayah seputar Yerusalem, dan kemudian mengepung kota itu. Yerusalem mendekati jurang kehancuran, ketika tiba-tiba pasukan Sanherib mengalami kekalahaan besar oleh “malaikat Allah” (2 Raja-raja 19:35), mungkin karena terkena wabah penyakit hebat. Orang-orang Asyur kemudian kembali ke negerinya, dan Yerusalem bebas dari ancaman. Tetapi sebagian besar Yehuda telah tertimbun sampah dan kotoran, dengan ribuan penduduk kota mati terbunuh atau ditangkap, Hiskia harus memulai lagi membayar upeti kepada raja Asyur hingga kematiannya pada tahun 687 S.M. (2 Raja-raja 18-20).

Putra Hizkia, Manasseh, yang berkuasa selama empat puluh lima tahun, juga membayar upeti kepada raja Asyur. Selain itu, ia menyumbangkan pasukan bagi kerajaan Asyur dan menyembah dewa-dewa kafir. Putranya, Amon, melanjutkan praktek penyembahan kepada dewa-dewa kafir, hingga ia terbunuh setelah memegang kekuasaan yang berlangsung hanya dua tahun. Tampaknya hal ini akan menjadi awal bencana, ia digantikan oleh anaknya, Yosia, yang baru berusia delapan tahun pada tahun 640 S.M. Tetapi Asyur mulai kehilangan kendali atas pelbagai wilayah. Bebas dari cengkraman Asyur, Yosia membawa Yehuda kembali kepada aktivitas religius dan melebarkan batas-batas negera ke utara, barat, dan selatan. Niniwe, ibukota Asyur, jatuh ke tangan Babel pada tahun 612 S.M., namun ketika Babel bergerak ke barat mendapat tantangan dari Mesir. Pada tahun 609 S.M., Yosia memutuskan untuk mencegat tentara Mesir di Megido. Tetapi ia terluka parah dan meninggal di Yerusalem beberapa saat kemudian (2 Raja-raja 21:1-23:30)

Empat raja Yehuda berikutnya terperangkap dalam peperangan antara Mesir dan Babel. Dengan menafikan nasehat nabi Yeremia, mereka berpihak kepada Mesir. Pada tahun 597 S.M. Nebukadnesar, raja Babel menguasai Yerusalem. Ia mengirim raja Yoyakim dan tokoh-tokoh masyarakat ke pembuangan dan mengangkat Zedekia sebagai raja boneka. Ketika Zedekia melakukan tindakan bodoh dengan memberontak pada Babel tahun 589 S.M., Nebukadnesar menyerang Yehuda dengan tentara yang besar, menghancurkan kota-kota penting, dan mengepung Yerusalem. Setelah hampir dua tahun berjuang mati-matian, Yerusalem akhirnya jatuh tahun 587 S.M. Tentara Babel memasuki kota, mendeportasi ribuan penduduknya yang masih hidup ke Babel dan kemudian mereka membakar Yerusalem. Bangsa yang dibangun oleh Saulus, Daud, dan Salomo musnah (2 Raja-raja 23:31-25:29).

Pada tahun 600 S.M. kira-kira seperempat juta orang hidup di Yehuda. Banyak yang berhasil melarikan diri ketika terjadi invasi oleh tentara Babel, mereka mengungsi hingga ke Mesir, dan membentuk komunitas Yahudi. Puluhan ribu orang Yahudi meninggal dalam peperangan, mati kelaparan, dan mati karena kejangkitan wabah penyakit. Barangkali ada sekitar dua puluh ribu orang Yahudi yang dibuang ke Babel. Karena kondisi negara yang hancur itu semakin banyak orang Yahudi berimigrasi, dan pada tahun 550 S.M., tersisa kurang dari lima puluh ribu orang yang hidup di wilayah yang dahulu di sebut Yehuda.

Mereka yang dibuang ke Babel harus berjalan lebih dari sepuluh ribu kilometer. Mereka yang selamat diperlakukan dengan cukup baik setelah tiba di Babel. Mereka diperkenankan hidup dalam komunitas Yahudi dan diijinkan untuk bertani atau melakukan aktivitas perdagangan. Mengingat Nebukadnesar membuang orang-orang Yahudi yang berpendidikan, terampil, dan memiliki pengaruh ketika di Yehuda, maka orang-orang Yahudi di Babel termasuk kelompok yang berhasil dan beberapa mencapai sukses dan menjadi kaya. Banyak dari mereka yang tertarik kepada warisan budaya Yahudi. Dan para pemimpin agama dan intelektual mulai mengumpulkan tulisan-tulisan kuno menjadi bagian-bagian yang kemudian kita kenal sebagai Perjanjian Lama.

Baca 2 Raja-raja 2 mengenai legenda Elia dan Elisa. Tidak sebagaimana apa adanya, persitiwa yang terjadi merupakan hasil rekaman, namun hal tersebut dimaksudkan sebagai ajaran bagaimana harus menghormati nabi. Terutama kisah mengenai anak-anak dan beruang yang barangkali dalam hal ini tidak sesuai dengan perasaan modern kita. Tetapi ini hanyalah cerita yang biasanya didongengkan oleh seorang kakek kepada anak-anak nakal yang kurang ajar kepada orang tua. Kita bisa mendengarkan ancaman sang kakek : “Kamu jangan bicara seperti itu. Lihat apa yang terjadi pada beberapa anak nakal yang memanggil nabi Elisa kepala botak.” Baca 2 Raja-raja 25 berkisah tentang runtuhnya Yerusalem.

Pembaca modern dapat belajar banyak lebih dari sekadar fakta-fakta sejarah dari kitab-kitab Samuel dan Raja-raja. Sepanjang karir Samuel, Saul, Daud, dan para penerusnya, kita menyaksikan bagaimana ketidak-taatan kepada Allah berakibat kesengsaraan. Kita menyaksikan bahwa kekuasaan yang disalah-gunakan akan menghancurkan masyarakat dan orang per orang. Kita juga diingatkan bahwa keinginan-keinginan yang tanpa batas bisa menghancurkan keluarga dan kehidupan itu sendiri. Dengan mengikuti pelajaran-pelajaran ini, kita bisa menghindar dari nasib buruk dan penderitaan.

Pertanyaan untuk Diskusi dan Renungan

Teologi Deuteronomi (Ulangan) mengatakan bahwa kebaikan mendapat pahala dan kejahatan memperoleh hukuman. Sejauh mana teologi ini benar? Dalam hal apa teologi ini kurang lengkap? Jika benar bahwa penderitaan datang ke dunia pasti sebagai akibat dari dosa, apakah juga benar bahwa penderitaan dari seorang pribadi tertentu pasti sebagai hasil dari dosa pribadi? Teologi Deuteronomi (Ulangan) dan ajaran para nabi menyalahkan pelbagai malapetaka dan kesengsaraan di Israel atas dasar fakta bahwa pemerintahan, dunia bisnis, dan kehidupan sosial bangsa Israel tidak bersandar kepada Allah. Apakah negara kita dewasa ini kondisinya menyerupai Israel pada masa itu? Berapa banyak pertunjukan televisi yang mencerminkan kepatuhan dan kepercayaan kepada Allah? Apakah televisi-televisi keluarga melakukan doa dan menyandarkan diri kepada kehendak Allah dalam mengambil keputusan? Sejauh mana ketidak-bertuhanan di dalam media mempengaruhi cara berpikir bangsa? Apa yang anda bisa lakukan mengenai hal ini di rumah, keluarga, dan lingkungan sahabat anda?

Aktivitas

Bandingkan tahun-tahun awal Israel dengan masa-masa permulaan bangsa kita sendiri. Sebagai contoh, di Amerika Serikat, terdapat sebuah masa yang dikenal dengan masa perjuangan, mengusahakan tanah yang sudah diduduki oleh bangsa lain, penggabungan tiga belas negara, pembentukan bangsa, perang saudara antara utara dan selatan, dan lain-lain. Bandingkan beberapa pahlawan bangsa baik pria maupun wanita dengan para pahlawan kuno di Israel. Carilah kesamaan-kesamaan lain yang akan membantu anda memahami sejarah Israel dan sejarah bangsa kita sendiri.

No comments: